"Bertaqwalah kepada Allah dimana saja kamu berada, iringilah keburukan dengan kebaikan niscaya menghapusnya dan pergauilah manusia dengan akhlak yang baik"

Minggu, 13 Desember 2009

Artikel Tauhid - Aqidah

Bualan Film Kiamat 2012
November 20, 2009, 5:03 pm Diarsipkan di bawah: Artikel Tauhid dan Aqidah Tag: , , , , , , , , , , ,
Bualan Film Kiamat 2012
Oleh : Abu Ibrahim Abdullah Bin Mudakir Al Jakarty
Sebagai seorang muslim tentulah kita berusaha untuk selalu menjaga keimanan kita, apalagi dizaman sekarang ini banyaknya kesesatan, kemaksiatan dan sedikitnya orang-orang yang menyuruh yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar. Diantara kesesatan yang lagi heboh-hebohnya adalah pengakuan akan terjadinya kiamat tahun 2012 hal ini diperparah dengan dibuat filmnya. Sebuah kesesatan yang mengacam aqidah ummat, sebuah perkara yang paling berharga bagi seorang muslim. Dalam rangka ta’awun (saling membantu) dalam menjelaskan kesesatan kepada ummat, kami berusaha menjelaskan kesesatan pengakuan kiamat akan terjadi pada tahun 2012 dengan harapan sedikit banyak semoga menjadi penjelasan bagi ummat.
Apa itu kiamat ?
Dijelaskan oleh As Syaikh Al Allamah Shaleh Al Fauzan Hafidzahullah : “ Al Yaumul Akhir maksudnya adalah yaumul qiyamah (hari kiamat) dinamakan dengan yaumul akhir dikarenakan hari terakhir setelah hari pertama yaitu dunia. Dunia adalah hari pertama dan kiamat adalah hari terakhir “ ( Syarh Al Ushulus Tsalasah : 167)
Allah Ta’ala berfirman tentang hari kiamat :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ إِنَّ زَلْزَلَةَ السَّاعَةِ شَيْءٌ عَظِيمٌ
يَوْمَ تَرَوْنَهَا تَذْهَلُ كُلُّ مُرْضِعَةٍ عَمَّا أَرْضَعَتْ وَتَضَعُ كُلُّ ذَاتِ حَمْلٍ حَمْلَهَا وَتَرَى النَّاسَ سُكَارَى وَمَا هُمْ بِسُكَارَى وَلَكِنَّ عَذَابَ اللهِ شَدِيدٌ
“ Hai manusia, bertakwalah kepada Rabbmu, sesungguhnya kegoncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat). Ingatlah pada hari ketika kamu melihat kegoncangan itu, lalailah semua wanita yang menyusui anaknya dari anak yang disusuinya dan gugurlah segala kandungan wanita yang hamil dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk, akan tetapi adzab Allah sangatlah besar “ ( Qs. Al Hajj : 1-2 )
Kewajiban beriman kepada hari akhir (kiamat) :
Seorang muslim wajib beriman kepada hari akhir yaitu keyakinan yang pasti tentang kedatangannya, pasti terjadi serta mengamalkan konsekuensinnya. Termasuk didalamnya adalah beriman dengan tanda-tanda kiamat yang terjadi sebelumnya, juga dengan kematian serta apa yang terjadi sesudahnya, berupa fitnah kubur, siksa dan kenikmatan yang ada didalamnya, juga beriman kepada tiupan sangsakala, keluarnya segenap makhluk dari kubur mereka, kengerian dan kedahsyatan hari kiamat, mahsyar dan dibukanya buku catatan amal, mizan (timbangan amal) shirat (titian), haudh (telaga), syafaat dan lainnya juga dengan surga dengan segala kenikmatannya dan neraka dengan segala adzabnya.
Berkata As Syaikh Al Allamah Muhammad Bin Shaleh Al Utsaimin Rahimahullah : “ Beriman kepada hari akhir (kiamat) mengandung tiga perkara
Pertama : Mengimani ba’ts (kebangktan) yaitu menghidupkan kembali orang – orang yang sudah mati ketika tiupan sangsakala yang kedua kalinya, …. Hari kebangkitan suatu yang pasti hal ini ditunjukkan oleh al kitab (Al Qur’an) as sunnah dan ijma kaum muslimin.
Kedua : Beriman dengan hisab (perhitungan) dan jaza’ (pembalasan) dengan menyakini bahwa seluruh perbuatan akan dihitung dan dibalas hal ini telah dijelaskan oleh Al kitab (Al Qur’an), sunnah dan ijma kaum muslimin.
Ketiga : Beriman dengan adanya surga dan neraka dan kedua tempat tersebut sebagai tempat manusia yang abadi, surga tempat kenikmatan yang Allah sediakan untuk orang yang beriman dan bertakwa… dan neraka adalah tempat adzab (siksaan) bagi orang kafir dan dzalim. (Syarhul Imaan, dengan diringkas. Syaikh Muhammad Bin Shaleh Al Utsaimin : 232 )
Dalil tentang beriman kepada hari akhir banyak sekali diantaranya adalah, Allah Ta’ala berfirman
إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللهِ مَنْ آمَنَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ
“ Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir “ (Qs. At Taubah : 18)
Dan dalam sebuah hadist, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda “ Engkau beriman kepada Allah, pada malaikatNya, kitab-kitabNya, para RasulNya dan hari akhir dan engkau beriman kepada taqdir baik maupun yang buruk “ (HR. Muslim dari Ibnu Umar Radiyallahu ‘anhu)
Buah beriman dari hari akhir :
Mencintai ketaatan dan bersungguh – sungguh melakukan ketaatan dengan mengharap pahala pada hari tersebut
Membenci dari berbuat maksiat takut akan siksaan pada hari itu
Menghibur orang yang beriman tentang apa yang tidak didapatkan didunia dengan mengharap kenikmatan serta pahala diakhirat ( Syarh Ushulul Imaan Syaikh Muhammad Bin Shaleh Al Utsaimin :24 )
Benarkah Kiamat terjadi pada tahun 2012 ?
Masalah terjadinya kiamat tidak ada yang mengetahuinya kecuali hanya Allah semata, hal ini merupakan kekhususan bagi Allah semata, bahkan malaikat dan nabi yang terdekat saja tidak mengetahui terlebih-lebih selain mereka. Pengakuan bahwa kiamat terjadi 2012 adalah bualan dan omong kosong baik itu jika bersumber dari para astrolog atau ramalan suku maya ataupun yang lainnya, dan hal ini yaitu pengakuan bahwa kiamat terjadi pada waktu tertentu bukanlah yang pertama kalinya dan semua berakhir dengan tidak terjadi apa-apa seperti bualan dan omong kosong bahwa kiamat akan terjadi pada tanggal 9 bulan 9 dan tahun 1999. Kita sebagai seorang muslim menyakini bahwa kapan terjadinya kiamat hanya Allahlah yang tahu. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman
يَسْأَلُونَكَ عَنِ السَّاعَةِ أَيَّانَ مُرْسَاهَا قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ رَبِّي لا يُجَلِّيهَا لِوَقْتِهَا إِلَّا هُوَ
“ Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat, kapan terjadinya? Katakanlah sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Rabbku, tidak ada seorangpun yang dapat menjelaskan waktu terjadinya selain Dia “ ( Qs. Al Ara’af : 187 ).
Berkata As Syaikh Al Allamah Abdurrahman As Sa’di Rahimahullah : “ Katakanlah sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu ada pada Rabbku” bahwasannya Allah Ta’ala yang khusus mengetahuinya ( Taisirul Karimurrahman syaikh As Sa’di pada ayat ini)
Berkata juga As Syaikh Rahimahullah : “ Tidak ada seorangpun yang dapat menjelaskan waktu terjadinya selain Dia “ yaitu tidak ada yang mengetahui waktunya, yang mengetahui waktu terjadinya kiamat hanyalah Dia “ (sumber yang sama)
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda : “ Kunci-kunci perkara yang ghaib ada lima tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah…..(disebutkan diantaranya) yaitu tidak ada yang mengetahui kapan terjadinya kiamat “ (HR. Bukhari dari Ibnu Umar Radiyallahu ‘anhu)
Dan dalam hadist yang lain, sebuah hadist yang masyhur tentang dialog antara Malaikat Jibril dan Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam tentang pokok agama islam, sampai pada perkataan Malaikat Jibril “ Lalu lelaki tersebut (jibril) bertanya lagi, beritahukanlah kepadaku tentang kiamat ? Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam bersabda tidaklah yang ditanya lebih mengerti daripada yang bertanya…..” (HR. Muslim dari Ibnu Umar Radiyallahu ‘anhu)
Berkata As Syaikh Al Allamah Shaleh Al Fauzan Hafidzahullah “ Yaitu saya (Rasulullah) dan kamu (malaikat jibril) sama-sama tidak mengetahui kapan terjadinya kiamat Allah tidak memberi tahu atas perkara ini, tidak kepada malaikat tidak kepada Rasul dan tidak kepada seorangpun, bahkan Dia simpan didalam ilmu Nya Subhanahu wata’ala “ (Syarah Al Ushulus Tsalasah Syaikh Shaleh Al Fauzan : 182 )
Berkata As Syaikh Al Allamah Muhammad Bin Shaleh Al Utsaimin Rahimahullah : “ Bahwasannya terjadinya hari kiamat tidak ada yang mengetahui nya siapapun kecuali Allah Azza Wajalla dikarenakan seutama-utama utusan dari malaikat bertanya kepada seutama utama utusan dari manusia dan berkata : “ tidaklah yang ditanya lebih mengerti daripada yang ditanya “ dapat ditetapkan dari ini sebuah faedah bahwasannya jika seseorang membenarkan orang yang mengaku mengetahui terjadinya kiamat pada waktu tertentu, maka dia menjadi kafir dikarenakan mendustakan Al Qur’an dan As Sunnah “ ( Syarh Al Arbain Nawawi Syaikh Muhammad Bin Shaleh Al Utsaimin Rahimahiullah : 117 )
Jelaslah dari penjelasan diatas bahwa pengakuaan tentang akan terjadinya kiamat pada tahun 2012 hanyalah bualan dan omong kosong. Maka sudah seyogyanya seorang muslim harus berhati-hati terhadap keselamatan aqidahnya dari hal-hal yang merusaknya. Diantaranya adalah dengan menonton film kiamat 2012.
& Komentar
Dimulai dari yang terpenting
Februari 14, 2009, 7:11 am Diarsipkan di bawah: Artikel Tauhid dan Aqidah Tag: , , , , , , , , , , , ,
Di mulai dari yang terpenting
Sebuah Pembahasan
Tentang Makna Laa Ilaha Illallah dan Konsekuesinya
Oleh : Abu Ibrahim Abdullah Bin Mudakir Al – Jakarty

Wajib bagi setiap muslim untuk mempelajari ilmu agama ini, terutama hal – hal yang dengan ilmu tersebut seseorang bisa menegakkan agamanya, Imam Ahmad pernah ditanya tentang apa yang diwajibkan atas seorang hamba untuk mempelajarinya, berkata Imam Ahmad Rahimahullah : ” Ilmu yang dengan nya seseorang bisa menegakkan agamanya, ditanyakan kepada beliau seperti apa,? beliau menjawab ilmu yang seseorang tidak boleh bodoh darinya, seperti sholat, zakat, dan shoum (puasa) dan yang semisalnya.” ( Silahkan lihat Kitab Al-Furuq, Ibnu Muflih 1/525, Hasiyah Al – Ushulus Tsalasah Ibnul Qasim )
Sebelum itu ada kewajiban yang paling agung yang kita harus memahami dan mempelajarinya yaitu tauhid, kewajiban yang terpenting dari yang terpenting lainnya, berkata Syaikh Sholeh Al-Fauzan Hafidzahullah : ” Dan (mempelajari tauhid) perkara yang sangat penting, mempelajari atau memahami tauhid lebih ditekankan atas kamu dari mengetahui hukum sholat, zakat, ibadah-ibadah dan seluruh perkara agama lainnya. Dikarenakan mempelajari perkara ini adalah yang pertama dan pondasi, dikarenakan sholat, zakat, haji, dan selainnya dari ibadah-ibadah tidaklah sah apabila tidak dibangun atas dasar aqidah yang benar dan itulah tauhid yang murni untuk Allah Azza wajalla “ ( Syarh Qawaidul ‘Arba : 6 )
Dan diantara materi tauhid yang paling agung adalah penjelasan tentang makna Laa Ilaha Illallah, bahkan kalimat َ Laa Ilaha Illallah adalah tauhid itu sendiri. Dan pengetahuan tentang makna Laa Ilaha Illallah adalah kenikmatan yang sangat agung, sebagaimana yang dikatakan oleh Sufyan Bin Uyainah Rahimahullah : ” Tidaklah Allah memberi nikmat atas seorang hamba dari hambanya yang lebih besar dari pengetahuan mereka tentang makna Laa Ilaha Illallah “ ( Kalimatul Ikhlas Ibnu Rajab : 103 ). Oleh karena itu kita harus bersemangat memahami kalimat yang agung ini, kalimat yang menjadi sebab manusia diciptakan, para Rasul diutus, kitab – kitab diturunkan, dan karena sebab kalimat inilah terbagi manusia menjadi orang – orang yang beriman dan orang – orang kafir, kebahagian bagi penduduk surga dan penderitaan bagi penduduk neraka, kalimat Laa ilaha illallah adalah urwatul wutsqa (tali yang kokoh), kalimat Laa ilaha illallah adalah rukun yang sangat agung dari agama dan cabang yang sangat penting dari keimanan, dan kalimat Laa ilaha illallah adalah jalan meraih surga dan selamat dari neraka. ( Silahkan lihat Fiqh AL Ad’iyah Wal Adzkar Syaikh Abdul Razzaq Bin Abdul Muhsin Al Badr : 168, Dar Ibnu Affan )
Maka dari itu sangatlah mendesak bagi kita untuk memahami makna Laa ilaha illallah dengan pemahaman yang benar. Berkata Syaikh Zaid Bin Muhammad Al – Madkholi Hafiidzahullah : ” Wajib atas setiap muslim dan muslimah supaya mereka mempelajari rukun dan syarat Laa ilaha Illallah secara global dan jelas ” ( Syarh Al-Ushulus Tsalasah, Syaikh Zaid : 36 )

Keutamaan Laa Ilaha Illallah
Sebelum menjelaskan makna Laa ilaha illallah, alangkah pentingnya bagi kita untuk mengetahui keutamaan Laa ilaha lllallah. Keutamaan Laa Ilaha Illallah sangatlah banyak diantaranya adalah :
1. Sebab Keberuntungan dan kebahagian, Sebagaimana sebuah hadist, dari Thariq Al Mahariby Radiyallahu ‘Anhu berkata, saya melihat Rasululloh Shalallahu ‘alaihi wassalam berjalan di pasar dzil madzaz (nama sebuat tempat), memakai baju merah, dan beliau Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda : ” Wahai manusia katakanlah oleh kalian Laa Ilaha Illallah supaya kalian beruntung “ ( HR. Ibnu Khuzaimah di dalam shahihnya dengan sanad shahih han dishahihkan oleh Syaikh Muqbil didalam shahihul Musnad jilid 1 hal : 535 )
2. Diantara keutamaanya bahwasannya kalimat Laa Ilaha Illallah sesuatu yang paling berat timbangannya. Sebagaimana sebuah hadist, dari Abdullah bin ‘Amr, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda: “ Sesungguhnya Allah akan membersihkan seseorang dari umatku pada hari kiamat, dibentangkan baginya 99 sijjil (catatan amal) masing-masing sijjil sepanjang pandangan mata. Lalu dikatakan kepadanya: ‘ adakah sesuatu yang kamu ingkari dari hal ini, apakah malaikat pencatatku yang terjaga mendzolimimu’ ? Ia menjawab: ‘Tidak wahai Rabbku’. Kemudian ia ditanya, apakah kamu punya (udzur) alasan atau kebajikan?’ ia menggelengkan kepalanya (menunjukkan tidak punya) lalu menjawab tidak punya wahai Rabb.’ lalu ia diberi tahu: ‘Sesungguhnya kamu memiliki kebajikan di sisi Kami dan kamu tidak akan didzalimi sedikitpun pada hari ini, kemudian dikeluarkan baginya sebuah bithaqah (kartu yang berisi catatan amal) yang di dalamnya tertulis -Asyhadu anlaailaha illallah wa asyhadu anna muhammadarrasulullah-‘ maka dikatakan ” hadirkanlah dan timbanglah bitaqah tersebut’, Maka ia berkata: Wahai Rabb apa arti dari bithaqah (kartu) ini di banding dengan sijjil (lembaran) ini’ Dikatakan kepadanya: ‘Engkau tidak akan didzalimi sedikitpun dan diletakkan sijjil (lembaran-lembaran) pada sebuah daun timbangan dan bitaqah (kartu catatan amal Laa Ilaha Illallah) pada daun timbangan lainnya, terangkatlah sijjil dan menjadi beratlah bitaqah, tidak ada yang lebih berat bersama nama Allah sesuatu apapun.” ( HR Tirmidzi, didalam sunannya dan Ibnu Majah dengan sanad shahih, di shahihkan oleh Syaikh Muqbil didalam shahihul musnad jilid : 1 hal : 535 )
3. Diantara keutamaan Laa ilaha illallah sebab dikeluarkan dari neraka,
Sebagaimana dalam sebuah hadist, dari Anas bin Malik Radiyallahu ‘Anhu, bahwasanya Nabi Shalallahu ‘alahi Wassalam bersabda : ” Di keluarkan dari neraka bagi orang yang berkata Laa ilaha illallah dan didalam hatinya terdapat seberat biji sawi dari kebaikan dan dikeluarkan dari neraka bagi orang yang berkata Laa ilaha illallah dan didalam hatinya ada kebaikan seberat biji tepung dan dikeluarkan dari neraka bagi orang yang didalam hatinya ada kebaikan sebesar biji – bijian ” ( HR. Bukhari No : 44 dan Muslim No : 193 )
4. Diantara keutamaan Laa Ilaha Illallah sebab selamat dari neraka.
Sebagaimana dalam sebuah hadist dari Ubadah Bin Shamit Radiyalallahu ‘Anhu berkata, saya mendengar Rasulullah Shalalahu ‘Alahi Wassalam bersabda, : ” Barangsiapa yang bersaksi Tidak ada ilah ( sesembahan ) yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad utusan Allah maka diharamkan atasnya neraka .” ( HR. Muslim No : 29 )
5. Diantara keutamaan Laa Ilaha Illallah sebab dimasukkan dalam surga.
Sebagaimana sebuah hadist dari Usman Bin Affan Radiyallahu ‘Anhu berkata, Rasulullah Shalalahu ‘Alaihi Wassalam bersabda : ” Barangsiapa yang mati dan ia mengetahui makna Laa ilaha illallah maka ia masuk surga “ ( HR. Muslim No : 26 )
Keutamaan Laa ilaha illallah ini tidaklah didapat kecuali bagi yang mengucapkan Laa ilaha illallah, memahami maknanya dan mengamalkan konsekuensinya. Adapun bagi yang mengucapkan tanpa mengetahui maknanya dan mengamalkan konsekuensinya maka ia tidak mendapatkan keutamaan Laa ilaha illallah, bahkan keislamannya tidak sah disisi Allah. Naudzubillah.
Berkata Syaikh Sulaiman Bin Abdullah Alu Syaikh Rahimahullah : ” Barangsiapa yang bersaksi Laa ilaha illallah yaitu yang mengucapkan kalimat ini, mengetahui maknanya, mengamalkan konsekuensinya secara dzohir dan bathin, sebagimana yang di tunjukkan dalam firman Allah Ta’ala
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلا اللهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالمُؤْمِنَاتِ
” Maka ketahuilah, bahwasanya tidak ada ilah (sesembahan) yang berhak disembah kecuali Allah dan mohon ampunlah atas dosamu dan dosa orang – orang beriman laki-laki dan perempuan” . ( Qs. Muhammad : 19 ),
إِلا مَنْ شَهِدَ بِالْحَقِّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
” kecuali orang yang mengakui yang hak (tauhid) dan mereka mengilmui”. ( Qs. Adzukruf : 86 ),
adapun mengucapkannya tanpa mengetahui maknanya dan tidak mengamalkan konsekuensinya, maka yang demikian itu tidaklah bermanfaat menurut kesepakatan Ulama ” ( Taisirul Azizul Hamiid Syarh Kitab Tauhid : 51 )
Oleh karena itu sangatlah mendesak bagi kita untuk memahami makna Laa laha llallah, insya Allah akan di bahas disini secara sederhana dan ringkas.

Makna Laa Ilaha Illallah
Makna Laa ilaha illallah adalah tidak ada ilah ( sesembahan ) yang berhak disembah kecuali Allah, adapun sesembahan selain Allah sesembahan yang bathil, tidak berhak untuk disembah.
Berkata Syaikh Ibnu Baaz Rahimahullah : Makna syahadat Laa Ilaha Illallah adalah lama’buda bihaqin ilallah ( Tidak ada ilah (sesembahan) yang berhak disembah kecuali Allah ) ( Syarh Al – Ushulus Stalasah : 59 )
Seseorang dikatakan memahami makna Laa ilaha illallah, jika dia mengetahui bahwasanya hanya Allah sematalah yang berhak disembah dengan berbagai macam ibadah, selain Allah tidak berhak untuk disembah dengan satu macam ibadah apapun dan siapapun orangnya. Dia tidak berdoa kecuali hanya kepada Allah, dia tidak takut dengan takut ibadah kecuali hanya kepada Allah, dia tidak bertawakal kecuali hanya kepada Allah, seluruh ibadahnya dia serahkan hanya untuk Allah semata.
Inilah penafsiran yang benar dari makna Laa ilaha illallah, yang ditafsirkan oleh para ulama ahlus sunnah wa jama’ah, yaitu Tidak ada ilah (sesembahan) yang berhak disembah kecuali hanya Allah semata. Hal ini perlu diperhatikan karena disana ada penafsiran yang salah, sebagimana yang disebutkan oleh Syaikh Sholeh Al – Fauzan di dalam kitabnya, Aqidah Tauhid. Penafsiran Makna Laa ilaha illallah yang salah itu diantaranya :
1. Lama’buda Illah ( Tidak ada sesembahan kecuali Allah ) penafsiran seperti ini penafsiran bathil dikarenakan maknanya setiap yang disembah baik itu hak atau yang bathil adalah Allah.
2. Laa Kholiqo Illallah ( Tidak ada pencipta kecuali Allah ) Penafsiran seperti ini hanya bagian dari makna Laa ilaha illallah bukanlah yang diinginkan dari penafsiran kalimat ini. Karena penafsiran ini tidaklah menetapkan kecuali tauhid rububiyah semata. Dan itu tidaklah cukup karena tauhid jenis ini diakui oleh orang – orang musyrik.
3. Laa Haakimiiyatu Illallah ( Tidak ada yang menetapkan hukum kecuali Allah ) Penafsiran seperti ini hanyalah bagian dari makna Laa ilaha illallah. Bukan ini penafsiran yang diiginkan dari makna ini, dikarenakan penafsiran seperti ini tidaklah cukup. Misalnya jika dia mentauhidkan Allah didalam masalah hukum saja, tetapi berdoa kepada selain Allah atau memalingkan ibadah kepada selainnya maka tidaklah dikatakan muwahid (orang yang mentauhidkan Allah).
Dan setiap penafsiran diatas adalah penafsiran bathil dan kurang. Saya ingatkan penafsiran – penafsiran diatas dikarenakan terdapat disebagian kitab – kitab yang beredar ”
( Silahkan lihat Aqidah Tauhid, Syaikh Sholeh Al-Fauzan : 50 – 51 )
Dari keterangan di atas jelaslah bagi kita bahwa makna Laailahaillallah adalah Tidak ada Ilah ( sesembahan ) yg berhak disembah kecuali Allah. Adapun menafsirkan kalimat Laailahaillallah dengan makna ‘Tidak ada tuhan selain Allah, Tidak ada yang mengatur selain Allah, ‘Tidak ada pencipta selain Allah adalah kurang dan menyelisihi Al Quran dan Sunnah.

Rukun Laa Ilaha Illallah
Kalimat Laailahaillallah memiliki 2 (dua) rukun, yaitu:1. An-Nafyu (meniadakan) terletak pada kalimat ( Laailaha) Artinya meniadakan seluruh sesembahan selain Allah Ta’ala. Dan mengkafiri sesembahan selain Allah. ( mengkafiri perbuatan peribadahan kepada selain Allah, orang yang menyembah selain Allah, orang yang disembah selain Allah yang ia ridho terhadap penyembahannya tersebut ).
2. Al-Itsbaat ( menetapkan ) pada kalimat ( Illallah ) artinya menetapkan hanya Allah sematalah yang berhak disembah. Dan mengamalkan konsekuensi tersebut. Dalil dua rukun ini adalah Firman Allah Ta’ala
فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى
” Barangsiapa ingkar kepada thagut dan beriman kepada Allah, maka sungguh dia telah berpegang (teguh) pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus “ ( Qs. Al Baqarah : 256 )
Perkataan Ini ( فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ ) makna rukun yang pertama ( Laa Ilaha ) perkataan ( وَيُؤْمِنْ بِاللهِ ) makna rukun yang kedua ( Illallah )
Allah Ta’ala berfirman
إِنَّنِي بَرَاءٌ مِمَّا تَعْبُدُون إِلا الَّذِي فَطَرَنِي فَإِنَّهُ سَيَهْدِينِ
” Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu sembah, kecuali Allah yang menciptakan ku “ ( Qs. Ibrahim : 26 – 27 )
Perkataan Ini ( إِنَّنِي بَرَاءٌ ) makna rukun yang pertama (Laa Ilaha ) perkataan ( إِلا الَّذِي فَطَرَنِي ) makna rukun yang kedua ( Illallah )
( Kitab Aqidah Tauhid Syaikh Sholeh Al Fauzan Hal : 40 – 41 )
Seorang hamba harus memenuhi dua rukun ini didalam pengucapan kalimat Laa ilaha illallah nya.

Syarat Laa Ilaha Illallah
Sebagaimana dari hasil penelitian dalil – dalil Al – Qur’an dan As – Sunnah bahwa syarat Laailahaillallah ada ada tujuh syarat sebagaimana akan disebutkan disini.
[1] Ilmu (Mengilmui maknanya) yang meniadakan kebodohan
[2] Yakin yang meniadakan syak (keragu-raguan)
[3] Ikhlas yang meniadakan syirik
[4] Shidq ( jujur ) yang meniadakan dusta
[5] Mahabbah ( cinta ) yang meniadakan benci
[6] Inqiyad ( tunduk ) yang meniadakan sikap meninggalkan
[7] Qabul ( menerima ) yang meniadakan sikap menentang
( Silahkan lihat Aqidah Tauhid Syaikh Shalih Al Fauzan Al – dan Wajibat )
Penjelasan Syarat Laa Ilaha Illallah
Perlu diketahui bahwasanya yang di inginkan dari syarat Laa ilaha illallah ini, bukanlah sekedar di hapal semata tanpa ada pengamalan secara dzohir dan bathin. Karena tidaklah bermanfaat pengetahuan seseorang tentang syarat Laa ilaha illallah atau bahkan menghafalnya tetapi tidak terkumpul ke tujuh syarat ini pada amalan mereka. ( Silahkan lihat Tanbihaat Al Mutahatimaat Al Ma’rifat ‘ala Kulli Muslimin wa Muslimat, Ibrahim Bin Syaikh Sholih Al – Qar’awi : 41 Darus Shamiy )
Berkata Syaikh ‘Abdul ‘Aziz Abdullah Ar – Rajihiy Hafidzahullah : ” Barangsiapa yang berkata Laa ilaha illallah dengan lisannya dan tidak memenuhi syaratnya dari ikhlas, shidq (jujur), mahabbah (cinta) dan inqiyad (tunduk) maka dia seorang musyrik. Dan Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda : ” Barangsiapa yang berkata tidak ada ilah (sesembahan) yang berhak disembah kecuali Allah dan mengkafiri sesembahan selain Allah maka diharamkan hartanya, darahnya dan perhitungannya disisi Allah “. Dan hal ini yaitu tidak mengkafirkan apa – apa yang disembah selain Allah, merupakan bentuk dia tidak mendatangkan syarat-syarat kalimat ini, kalimat Laa ilaha illallah yang dia ucapkan dengan lisannya di batalkan oleh perbuatannya. ( As’ilatu Wa’ajwibatu Fil Iman wal Kufri, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz Abdullah Ar – Rajihiy dan lain – lain : 45 )
Syarat pertama : Ilmu
Yaitu mengilmui makna Laa ilaha illallah, dari apa – apa yang di nafikan (ditiadakan) dari sesembahan selain Allah dan mengistbatkan (menetapkan) hanya Allah sematalah yang berhaq untuk disembah. Lawan dari syarat ilmu ini adalah al – jahl (bodoh) yaitu bodah dari pengetahuan tentang makna Laa ilaha illallah.
Allah Ta’ala berfirman,
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ
“ Maka ilmuilah (ketahuilah), bahwa sesungguhnya tidak ada ( ilah ) sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah.” (QS. Muhammad :19)
Inti ayat ini dijadikan dalil bahwa ilmu syarat Laa ilaha illallah adalah ayat ini dimulai dari perintah untuk mengilmui kalimat Laa ilaha illallah, didahulukan ilmu dari ucapan dan perbuatan, hal ini menunjukkan ilmu merupakan syarat Laa ilaha illallah
Begitu juga Allah Ta’ala berfirman,
إِلا مَنْ شَهِدَ بِالْحَقِّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
“ Kecuali orang yang bersaksi yang haq (laa ilaha illallah) dan mereka menglimuinya ” ( QS. Az Zukhruf: 86 )
Inti ayat ini dijadikan dalil bahwa ilmu syarat Laa ilaha illallah adalah pada ayat ini ( شَهِدَ بِالْحَقِّ ) ” bersaksi yang hak ( Laa ilaha illallah ) dengan syarat ilmu (يَعْلَمُون َ ) mereka mengetahui makna yang terkandung didalamnya.
Dari ‘Utsman Bin Affan Radiyalallahu ‘Anhu , beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“ Barang siapa yang mati dalam keadaan mengilmui (mengetahui) bahwa tidak ada ( ilah ) sesembahan yang berhaq disembah kecuali Allah, maka dia akan masuk surga.” ( HR. Muslim No : 26 )
Disyaratkan pada hadist ini, orang yang mengucapkan Laa ilaha illallah masuk surga dengan syarat mengilmui maknanya.
Syarat kedua : Yakin
Yakin adalah hilangnya keraguan, yang demikian itu karena kuat dan sempurnanya ilmu. Seseorang yang megucapkan kalimat Laa Ilaha Illallah harus yakin terhadap kandungan kalimat ini dengan keyakinan yang kokoh yang tidak tercampur oleh keraguan. Adapun lawan dari yakin adalah Syak (keraguan), yaitu ragu terhadap kalimat ini. Naudzubillah.
Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّمَا المُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللهِ أُوْلَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ
“ Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.” ( QS. Al Hujurat : 15 )
Inti ayat ini dijadikan dalil bahwa yakin syarat Laa Ilaha Illallah adalah disyaratkan pada ayat ini kejujuran keimanan seseorang kepada Allah dan Rasul Nya dengan tidak dicampuri keraguan (tidak ragu-ragu يَرْتَابُوا ) yang merupakan lawan dari yakin.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“ Barangsiapa yang bersaksi bahwa tidak ada yang ilah ( sesembahan ) yang berhak di sembah kecuali Allah dan aku adalah utusan Allah. Tidak ada seorang hamba pun yang bertemu Allah (meninggal dunia) dengan membawa kedua persaksian tersebut dalam keadaan tidak ragu-ragu kecuali Allah akan memasukkannya ke surga.” ( HR. Muslim no. 31)
Pada hadist ini disyaratkan orang yang mengucapkan Laa Ilaha Illallah yang menjadi sebab dimasukkannya kedalam surga, dengan syarat tidak ada keraguaan di dalam hatinya. Jika tidak ada syarat maka tidak ada yang disyaratkan.

Syarat Ketiga : Ikhlas
Syarat yang ketiga adalah ikhlas yang meniadakan kesyirikan, kenifaqkan, riya dan sum’ah. Ikhlas adalah membersihkan amal dengan membersihkan niat dari seluruh kotoran syirik.

وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan ikhlas (memurnikan) keta’atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus.” ( QS. Al Bayyinah : 5 )
Inti ayat ini dijadikan dalil bahwa ikhlas syarat Laa Ilaha Illallah adalah pada perkataan (dengan ikhlas مُخْلِصِينَ ), yaitu tidaklah mereka diperintahkan untuk beribadah kecuali hanya kepada Allah semata dengan mengikhlaskan ketaatan kepada Nya. Hal ini menunjukkan bahwa ikhlas syarat dari Laa Ilaha Illallah.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
” Orang yang berbahagia karena mendapat syafa’atku pada hari kiamat nanti adalah orang yang mengucapkan laa ilaha illallah dengan ikhlas dalam hatinya atau dirinya.” ( HR. Bukhari no. 99 )
Pada hadist ini terkandung bahwa ikhlas adalah syarat kalimat laa ilaha illallah. Dikarenakan tidaklah seseorang mendapat syafaat Nabi di akhirat kelak kecuali bagi orang yang mengucapkan laa ilaha illallah dengan syarat ikhlas dari hatinya.
Dari Itban Bin Malik Radiyallahu ‘Anhu berkata, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda : ” Sesungguhnya Allah mengharamkan neraka bagi orang yang mengucapkan laa ilaha illallah karena mengharap wajah Allah ” ( HR. Bukhari No : 415 )
Pada hadist ini Allah mengharamkan bagi orang yang mengucapkan laa ilaha illallah neraka, dengan syarat di ucapkan dengan niat yang ikhlas mencari wajah Allah semata. Hal ini menunjukkan Ikhlas merupakan syarat laa ilaha illallah.
Syarat Keempat : Shidq (jujur)
Syarat yang keempat ini adalah jujur, kejujuran yang meniadakan kedustaan. Maka orang yang mengucapkan laa ilaha illallah diharuskan jujur didalam hatinya, sesuai antara ucapan dan hatinya, adapun jika mengucapkan laa ilaha illallah sementara hatinya mendustakan hal ini seperti kondisi orang munafiq. Naudzubillah
Allah Ta’ala berfirman
الم أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لا يُفْتَنُونَ وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ
” Alif Laam Miin, Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan ” Kami telah beriman”, dan mereka tidak di uji. Dan sungguh, Kami telah menguji orang sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui orang – orang yang benar dan pasti mengetahui orang – orang yang dusta” ( Qs. AL – Ankabut : 1 sd 3 )
Allah mengkhabarkan pada ayat yang mulia ini, sebuah sunatullah bagi orang yang mengaku beriman akan di uji, untuk menunjukkan kejujuran imannya, apakah ia seorang yang jujur atau seorang yang dusta dalam keimanannya. Maka shidq (jujur) merupakan syarat dari keimanan kepada Allah
Dari Muadz Bin Jabbal Radiyallahu ‘Anhu berkata, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda : ” Tidaklah seseorang bersaksi bahwa tidak ada ( ilah ) sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya dengan kejujuran dari dalam hatinya, kecuali Allah akan mengharamkan neraka baginya.” ( HR. Bukhari no. 128 Muslim : 32 )
Disyaratkan pada hadist ini orang yang mengucapkan laa ilaha illallah yang diharamkan atasnya neraka, bagi orang yang mengucapkannya yang bersumber dari hati yang jujur.
Syarat Kelima : Mahabbah ( cinta )
Yaitu mencintai kalimat ini dan mencintai kandungan kalimat ini.
Mahabbah ( cinta ) dibagi menjadi dua :
Mahabbah ( cinta ) yang hukumnya wajib : Yaitu mahabbah yang seorang tidak dihukumi sebagai seorang muslim kecuali ada pada dirinya, seperti mencintai Allah, mencintai perkara yang Allah wajibkan padanya dan meninggalkan apa yang diharamkan baginya. Maka jika seseorang pada dirinya tidak ada Mahabbah jenis ini secara keseluruhan atau mahabbah yang tidaklah dikatakan seseorang sebagai seorang muslim kecuali ada mahabbah tersebut pada dirinya. Adapun jika meremehkan sebagian dari kewajiban yang bukan termasuk jenis mahabbah yang merupakan syarat sah keislaman seseorang maka berkuranglah keimanannya sesuai peremahan kewajiban yang ia lakukan.
Mahabbah ( cinta ) sunnah : Yaitu cinta yang menjadi pendorong dia melakukan perkara sunnah.
Adapun mahabbah ( cinta ) yang dimaksud disini adalah mahabah yang merupakan syarat sah keislaman seseorang.
Allah Ta’ala berfirman
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللهِ أَندَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللهِ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ
” Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan – tandingan selain Allah, mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah.” ( QS. Al Baqarah : 165 )
Inti ayat ini dijadikan dalil bahwa mahabbah (cinta) syarat Laa Ilaha Illallah adalah bahwasanya mahabbah ( cinta ) adalah ibadah yang sangat agung, yang seseorang tidaklah dikatakan sebagai orang beriman kecuali dengannya.
Dari Anas Bin Malik Radiyallahu ‘Anhu berkata, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda : ” Tiga perkara yang jika ada pada diri seseorang akan merasakan manisnya iman, Allah dan Rasul Nya lebih di cintai dari selain keduanya, tidak mencintai seseorang kecuali karena Allah, membenci kembali kepada kekafiran setelah Allah menyelamatkan darinya sebagaimana bencinya jika dimasukkan kedalam neraka.” ( HR. Bukhari no : 16 dan Muslim no 43 )
Tidaklah seseorang mendapatkan manisnya iman kecuali mencintai Allah dan Rasul Nya melebihi dari kecintaannya kepada yang lain.
Syarat Keenam : Inqiyad ( tunduk )
Allah Ta’ala berfirman
وَمَنْ يُسْلِمْ وَجْهَهُ إِلَى اللهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى
” Dan barangsiapa berserah diri kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikkan maka sesungguhnya dia telah berpegang kepada buhul ( tali ) yang kokoh “. ( Qs. Luqman : 22 )
Inti ayat ini dijadikan dalil dari inqiyad ( tunduk ) syarat Laa Ilaha Illallah adalah pada perkataan ( berserah diri kepada Allah وَمَنْ يُسْلِمْ وَجْهَهُ إِلَى اللهِ ). Jika tidak ada syarat maka tidak ada yang disyaratkan. Jika seseorang tidak mendatangkan syarat inqiyad pada dirinya maka tidak ada yang disyaratkan yaitu tidak ada islam pada dirinya ( islamnya tidak sah )

Syarat Ketujuh : Qabul ( menerima )
Syarat yang ketujuh adalah Qabul ( menerima ), yaitu menerima kandungan makna yang terkandung dari kalimat ini, dari meniadakan dengan hati dan lisannya sesembahan selain Allah dan menetapkan hanya Allah sematalah yang berhak disembah.
Lihatlah pada firman Allah ta’ala,
وَكَذَلِكَ مَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ فِي قَرْيَةٍ مِنْ نَذِيرٍ إِلَّا قَالَ مُتْرَفُوهَا إِنَّا وَجَدْنَا آبَاءَنَا عَلَى أُمَّةٍ وَإِنَّا عَلَى آثَارِهِمْ مُقْتَدُون قَالَ أَوَلَوْ جِئْتُكُمْ بِأَهْدَى مِمَّا وَجَدْتُمْ عَلَيْهِ آبَاءَكُمْ قَالُوا إِنَّا بِمَا أُرْسِلْتُمْ بِهِ كَافِرُونَ فَانتَقَمْنَا مِنْهُمْ فَانظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ المُكَذِّبِينَ
“Dan demikianlah, Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang pemberi peringatanpun dalam suatu negeri, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata: “Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama dan sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka”.(Rasul itu) berkata: “Apakah (kamu akan mengikutinya juga) sekalipun aku membawa untukmu (agama) yang lebih (nyata) memberi petunjuk daripada apa yang kamu dapati bapak – bapakmu menganutnya?” Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami mengingkari agama yang kamu diutus untuk menyampaikannya.” Maka Kami binasakan mereka maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan itu.” ( QS. Az Zukhruf : 23-25 )
Di jelaskan pada ayat ini bahwasannya mereka menolak kebenaran yaitu lawan dari syarat Laa ilaha illallah qabul ( menerima ) kebenaran maka Allah mengadzabnya.

Perbedaan Inqiyad ( tunduk ) dan Qabul ( menerima )
Qabul lebih umum dari inqiyad, setiap inqiyad pasti qabul tidak setiap qabul pasti inqiyad. Atau inqiyad mengikuti dengan perbuatan
Dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
“Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang aku bawa dari Allah adalah seperti air hujan lebat yang turun ke tanah. Di antara tanah itu ada yang subur yang dapat menyimpan air dan menumbuhkan rerumputan. Juga ada tanah yang tidak bisa menumbuhkan rumput (tanaman), namun dapat menahan air. Lalu Allah memberikan manfaat kepada manusia (melalui tanah tadi, pen); mereka bisa meminumnya, memberikan minum (pada hewan ternaknya, pen) dan bisa memanfaatkannya untuk bercocok tanam. Tanah lainnya yang mendapatkan hujan adalah tanah kosong, tidak dapat menahan air dan tidak bisa menumbuhkan rumput (tanaman). Itulah permisalan orang yang memahami agama Allah dan apa yang aku bawa (petunjuk dan ilmu, pen) bermanfaat baginya yaitu dia belajar dan mengajarkannya. Permisalan lainnya adalah permisalan orang yang menolak (petunjuk dan ilmu tadi, pen) dan tidak menerima petunjuk Allah yang aku bawa.” (HR. Bukhari no. 79 dan Muslim no. 2282 )
Pada hadist ini dijelaskan orang yang tidak menerima kebenaran secara keseluruhan dengan berpaling dan meninggalkannya maka dialah orang kafir jika hujah ( penjelasan ) telah tegak padanya. Karena dia tidak mendatangkan salah satu syarat Laa Ilaha Illallah yaitu Qabul (menerima). ( Silahkan lihat Tanbihaat Al Mutahatimaat Al Ma’rifat ‘ala Kulli Muslimin wa Muslimat, Ibrahim Bin Syaikh Sholih Al – Qar’awi : 41 Darus Shamiy, Shahihul Minal Atsar Fi Khutbatil Mimbar, Faishol Haasidy : 61, Thoriqatul Wusuli ila Idhoohis stalasatil Ushul syaikh Zaid Al Madkholi : 36-41, Al Qaulul Mufid Fi Adilatit Tauhid Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab Al Whusoby )

Konsekuensi Laa Ilaha Illallah
Yaitu dengan meninggalkan ibadah kepada selain Allah dari apa – apa yang disembah. Hal ini terdapat pada perkataan kita ( Laa ilaha ) dan beribadah hanya kepada Allah semata, hal ini terkandung pada kalimat ( Illallah ). Adapun dalil hal ini banyak sekali diantara nya adalah firman Allah Ta’ala
وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ
” Dan Rabbmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah kecuali Dia ” ( Qs. Al Israa : 23 )
وَاعْبُدُوا اللهَ وَلا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا
” Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan Nya dengan sesuatu apapun “ ( Qs. An – Nisa’ : 36 )
( Al Qaulul Mufid Fi Adilatit Tauhid Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab Al Whusoby : 34 )

1 Komentar
Ketika Ilmu Tauhid dan Aqidah Diabaikan
November 28, 2008, 6:44 pm Diarsipkan di bawah: Artikel Tauhid dan Aqidah Tag: , , , , ,
Ketika Ilmu Tauhid dan Aqidah diabaikan
oleh : Abu Ibrohim Abdulloh Bin Mudakir Al- Jakarty

Prihatin, inilah yang pertama kali ana ingin tulis dalam artikel ini, berapa banyak orang yang bangga ketika dirinya telah berhasil menyelesaikan studi dalam disiplin ilmu dunia tertentu atau banyak orang tua telah bangga dan merasa telah berhasil mendidik anak ketika anaknya meraih gelar dalam disiplin ilmu dunia tertentu. tapi sangat memprihatinkan sekolah tinggi-tinggi menempuh waktu yang tidak sedikit, ditanya tentang permasalahan agama yang paling pokok tidak tahu, ditanya tentang permasalah aqidah yang paling sederhana tidak tahu, ditanya masalah tauhid tidak tahu …!! Bagaimana dia tidak tahu perkara yang menjadi sebab dia diciptakan.
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Artinya : ” Dan tidaklah aku menciptakan Jin dan Manusia kecuali hanya untuk beribadah kepadaku” (QS. Adz-Dzariyat : 56)
Berkata Ibnu Abbas Radhiyallohu ‘anhu : “Setiap apa yang terdapat di Al -Qur’an dari perintah ibadah, bermakna tauhid “ ( Silahkan lihat Tafsir Al Baghowi )
Bagaimana dia tidak tahu perkara islam yang dibangun diatasnya, Rasululloh Shalallahu ‘alahi wassalam : ‘ Islam dibangun atas lima perkara , supaya mereka mentauhidkan Alloh, mendirikan sholat, menunaikan zakat, shoum ramadhan, dan haji” (HR. Imam Bukhari dan Muslim, ini lafadz Muslim dari hadist Ibnu Umar)
Bagaimana dia tidak tahu perkara yang menjadi inti dari dakwah para Rasul :
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولا أَنِ اُعْبُدُوا اللهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
Artinya : “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada setiap umat (untuk menyerukan) “Beribadalah kepada Allah (saja) dan jauhilah Thogut” (QS. An-Nahl : 36)
Bagaimana dia tidak tahu perkara yang pertama kali diwajibkan atas nya untuk diapelajari. Berkata Syaikh Yahya bin Ali Al-Hajuuri, salah seorang ulama yaman, ” Apabila ditanyakan kepadamu apa yang pertama kali diwajibkan atas seorang hamba maka jawablah mempelajari Tauhidullah azza wa jalla dan dalilnya adalah hadist Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhu berkata, ketika Nabi mengutus Muadz Bin Jabal Radhiyallahu ‘anhu berkata ke Yaman berkata Nabi Shalallahu ‘alaihi Wassalam : ” Sesungguhnya kamu akan mendatangi sebuah kaum dari ahlu kitab, maka yang pertama kali kamu dakwahkan adalah supaya mereka mentauhidkan Alloh Ta’ala ”





( Hadist Mutafaq ‘alahi dan ini lafadz Bukhari – Kitab Mabadiul Mufidah fi Tauhid wal Fiqh wal Aqidah Syaikh Yahya al-Hajuri : 8 )

Oleh karena itu penting dan wajib bagi kita untuk mengilmui ilmu tauhid dan aqidah kemudian mengamalkannya secara dzohir dan bathin. Bahkan kewajiban yang paling wajib.

Pengertian Tauhid :
Secara Bahasa : Berasal dari kata (wahada – yuwahidu tauhidan, ja’ala syai’i wahidan) maknanya menjadikan sesuatu menjadi satu (Taisirul ‘Azizul Hamid, Syaikh Sulaiman Alu Syaikh)
Secara Syar’i : Mentauhidkan Alloh dengan apa-apa yang menjadikan kekhususan bagi Alloh, didalam Rububiyah-Nya, Uluhiyah-Nya dan Asma wa Sifat-Nya ( Qaulul Mufid Syarh Kitabut Tauhid , Syaikh Ibnu Utsaimin : 11 dan Syarh Kasyfu Subhat, Syaikh Ibnu Utsaimin : 21 )

PEMBAGIAN TAUHID :
Para ulama Ahlus Sunnah membagi tauhid menjadi tiga. Berkata Syaikh Ibnu Baaz Rahimahullah : ” Bahwa Tauhid yang dengannya Allah mengutus Rasul dan menurunkan dengannya kitab dibagi menjadi 3 macam, menurut penelitian nash-nash dari Al-Kitab dan As-Sunnah dan menurut kenyataan orang-orang yang dibebani syariat….yang pertama tauhid rububiyah, yang kedua tauhid ibadah dan dinamakan juga tauhid uluhiyyah dan yang ketiga tauhid asma’ wa sifat “ (Ta’liq Aqidah Thahawiyah, Syaikh Ibnu baaz dengan diringkas . hal : 45)
Tauhid rububiyah adalah : ” Mentauhidkan Allah di dalam perbuatannya yaitu mengilmui dan meyakini bahwa Allah esa dalam penciptaan, memberi rejeki dan pengaturan” ( silahkan lihat ta’liq Aqidah Thahawiyah, Syaikh Ibnu baaz dan Jamiul Farid Syarah kitabut tauhid )
Dalilnya firman Allah ta’ala :
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Artinya: “Segala puji bagi Allah Rabb semesta Alam” (QS. Al-Fatihah : 2)
اللهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ
Artinya : “Allah pencipta segala sesuatu “ (QS. Az-Zumar : 62)
Macam yang pertama ini diakui dan diyakini oleh orang-oang Musyrik zaman dahulu dan tidak menyebabkan masuknya ke dalam Islam. Dalilnya adalah firman Allah :
قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ أَمَّنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ المَيِّتِ وَيُخْرِجُ المَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الأَمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللهُ فَقُلْ أَفَلا تَتَّقُونَ
Artinya : “ Katakanlah: ” Siapakah yang melimpahkan rezeki kepada kalian dari langit dan bumi, atau siapakah yang Kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?” Maka mereka akan menjawab: “Allah”. Maka Katakanlah “Mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya)?” (QS. Yunus : 31)
Sangat jelas sekali ayat ini menjelaskan orang musyrik zaman dahulu mengakui bahwa Allah sebagai penciptanya tapi tidak memasukkan mereka ke dalam Islam. Sedikit sekali orang yang mengingkari Tauhid Rububiyah kecauli orang -orang yang sombong sepert fir’aun, Namrud dan Dahriyah pada zaman dahulu, komunis pada zaman sekarang. Dan keingkarannya terhitung kafir mulhid.
Tauhid Uluhiyyah adalah mentauhidkan Allah di dalam perbuatan hamba, yaitu dengan mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah semata tidak ada sekutu baginya dengan seluruh macam-macam ibadah seperti cinta, khouf (takut), roja’, tawakkal , doa dan selainnya dari macam-macam ibadah (lihat Qoulu Mufied fi adilatit tauhid dan jamiul Farid Syarah kitabut tauhid)
Sebagimana firman Allah :
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
Artinya : “Hanya kepada engkaulah kami menyembah dan memohon pertolongan” (QS. Al-fatihah : 5)
وَاعْبُدُوا اللهَ وَلا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا
Artinya : “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan sesuatu apapun dengan-Nya”. (QS. An-Nisaa : 36)
Tauhid uluhiyah inilah yang diingkari oleh orang musyrik zaman dahulu, dalilnya adalah sebagaimana firman Allah ketika nabi berkata kepada kaumnya :” ucapankanlah kalian لا إِلَهَ إِلا اللهُ Supaya kalian beruntung, mereka berkata :
أَجَعَلَ الآلِهَةَ إِلَهًا وَاحِدًا إِنَّ هَذَا لَشَيْءٌ عُجَابٌ
Artinya : ” Mengapa ia menjadikan sesembahan-sesembahan itu menjadi sesembahan yang satu saja, sesungguhnya ini benar-benar sesuatu hal yang sangat mengherankan “ (QS. Shaad : 5)
Tauhid asma wa sifat yaitu beriman dengan apa-apa yang Allah sifatkan untuk dirinya di dalam kitabnya dan apa yang Allah disifati dengannya oleh Rasulullah shalallahu alaihi wasallam dari nama-namaNya yang husna dan sifatnya yang ulya. Menetapkan sebagaimana adanya, tanpa takhrif (menyelewengkan makna dari sifat Allah ke makna yang batil), tanpa takyif (menanyakan bagaimana hakikat sifat Allah) tanpa tamsil (menyamakan sifat Allah dengan makhluknya )
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ
Artinya : “Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan Melihat.” (QS. As-Syura’ : 11)
Wahai saudaraku, tauhid adalah bukan ilmu yang dipelajari sejam dua jam, bukan juga sehari dua hari, tapi ilmu yang dipelajari sampai akhir hayat kita karena tauhid adalah kewajiban yang paling wajib yang jika seseorang meninggalkannya atau melalaikan dari mempelajarinya sehingga dia terjatuh dari perbuatan syirik akbar maka dia bukanlah seorang muslim tetapi sorang musyrik kafir, murtad (keluar dari agama jika sebelumnya dia seorang muslim)
إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ
Artinya : “Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, Maka pasti Allah mengharamkan baginya surga, dan tempatnya ialah neraka, Dan tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun.” (QS. Al-Maidah : 72)
Oleh karena itu wahai saudaraku, jangan pernah engkau tinggalkan dan lalaikan dari mempelajari tauhid.Saya akhiri artikel sederhana ini, dengan membawakan perkataan seorang ulama yaman, Berkata Syaikh Yahya Bin Ali Al Hajuri : ” Jangan pernah meremehkan masalah tauhid, baik itu nasehat, dakwah dan dari merealisasikannya.” (Ta’liq Syaikh Yahya, pada kitab Al Jamius Shahih, Syaikh Muqbil )

Bagaimana dia tidak tahu perkara yang jika dia meninggalkan dari mempelajarinya dan mengamalkannya sebab dia terjatuh pada dosa kekufuran Berkata Syaikh Sholih Alu Syaikh :”… Yang kedua al-amal, beramal dengan ilmu . beramal dengan ilmu diantaranya ada yang jika di tinggalkan merupakan hukumnya kafir dan diantara nya jika ditinggalkan hukumnya maksiat, dan diantaranya jika ditinggalkan hukumya makruh, dan diantaranya jika ditinggalkan hukumnya mubah bagaimana bisa seperti itu …? ilmu bermacam -macam, maka ilmu tentang tauhid, bahwasanya Alloh ‘Azza wa jalla Dialah yang berhak untuk di ibadahi semata jika seorang hamba telah mengetahuinya dan tidak mengamalkan ilmunya, dengan berbuat syirik kepada Alloh tidak bermafaat ilmunya , maka meninggalkan amal dalam kondisi orang seperti ini merupakan kekafiran” (Syarh Ushulus Tsalasah Syaikh Sholeh alu Syaikh : 22 )
Tinggalkan sebuah Komentar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar